Dari Spanduk ke Online, Kawasan New City Banjir Pembeli dengan Strategi Digital
Kawasan New City membuktikan bahwa transformasi digital bukan sekadar tren, tapi kebutuhan. Sejak 2013 memulai pemasaran properti secara konvensional, kini perusahaan ini mengandalkan website, media sosial, hingga sistem ERP untuk menjangkau konsumen lebih luas dan efisien. Dari panduan video call hingga transaksi online, perjalanan digital ini membuat Kawasan New City tampil sebagai pengembang properti modern yang siap menghadapi masa depan.

Malang — Dunia berubah cepat, dan teknologi jadi penggerak utamanya. Industri properti, yang dulunya identik dengan brosur cetak, spanduk besar, dan janji temu tatap muka, kini juga ikut beradaptasi. Salah satu pengembang lokal yang punya cerita menarik soal ini adalah Kawasan New City.
Perusahaan ini bukan nama baru di Malang. Sejak 2013, mereka sudah dikenal lewat proyek Perumahan Bulan Terang Utama. Fokus mereka sederhana: membangun hunian yang nyaman, terjangkau, dan punya akses strategis buat keluarga. Tapi yang bikin Kawasan New City beda, mereka nggak berhenti hanya di urusan bangun-membangun. Mereka juga serius memikirkan bagaimana caranya mengikuti ritme zaman yang makin digital.
Kalau dulu strategi mereka sederhana: pasang baliho, cetak brosur, atau sebar iklan baris di koran. Efektif, iya. Tapi mahal dan jangkauannya terbatas. Perubahan mulai terasa sekitar 2019, ketika Kawasan New City resmi meluncurkan website kawasannewcity.com. Dari situ, arah perjalanan mereka mulai berubah. Media sosial seperti Instagram dan Facebook jadi ruang baru buat ketemu calon konsumen. Konten foto, video, bahkan sekadar live story bikin interaksi terasa lebih dekat.
David William Gading, Manager Pemasaran Kawasan New City, masih ingat betul alasan kenapa mereka berani ambil langkah digital.
“Teknologi sekarang bergeraknya cepat banget. Kalau kita nggak ikut, ya ketinggalan. Orang beli rumah sekarang pertama kali cari di internet, bukan lagi lihat spanduk di jalan. Jadi sebagai perusahaan, kita harus hadir di situ,” ujarnya.
Menurut David, digitalisasi itu bukan sekadar ikut tren. Ada sisi efisiensi yang nyata terasa. Dengan iklan online, satu konten bisa menjangkau puluhan ribu orang dengan biaya yang jauh lebih terkendali dibanding cetak banner besar. Data juga jadi aset baru—mereka bisa tahu siapa yang klik iklan, dari mana asalnya, bahkan konten apa yang paling menarik. Hal-hal kayak gini dulu mustahil mereka dapat kalau masih mengandalkan cara manual.
Tentu, transformasi ini nggak cuma soal pemasaran. Di balik layar, urusan operasional juga ikut disentuh teknologi. Memang, sampai 2025 lalu, beberapa divisi masih mengandalkan spreadsheet untuk urusan data konsumen dan administrasi. Tapi sekarang Kawasan New City sudah mulai mengembangkan sistem ERP internal. Fase awalnya dipakai di divisi Pemasaran dan Sertifikat. Harapannya, sistem ini bikin kerja tim lebih transparan, cepat, dan minim salah input.
Yang menarik, dampak digitalisasi ini langsung dirasakan konsumen. Salah satunya Reza, pembeli dari Sumbawa, yang memutuskan beli rumah di Malang tanpa harus bolak-balik datang.
“Awalnya saya ragu. Beli rumah kan biasanya harus lihat lokasi langsung. Tapi tim marketing Kawasan New City bantuin lewat video call. Saya ditunjukkan denah rumah, akses jalan, sampai fasilitas sekitar. Semuanya jelas, termasuk harga dan cicilan. Akhirnya saya berani beli secara online, dan pas datang langsung ke Malang, rumahnya sesuai. Transparan banget,” cerita Reza.
Pengalaman Reza nunjukkin kalau transformasi digital bukan sekadar gaya-gayaan. Ia membuka pintu baru: orang dari luar kota bahkan luar pulau bisa lebih percaya diri beli rumah hanya dengan panduan video call. Dulu, hal semacam ini hampir nggak kebayang.
Tentu perjalanan digital nggak selalu mulus. Ada tantangan yang harus mereka hadapi. Mulai dari kesiapan tim internal yang harus belajar tools baru, sampai investasi biaya di awal untuk website, iklan digital, hingga ERP. Belum lagi soal branding—dunia digital menuntut visual yang menarik dan respon yang cepat. Salah langkah sedikit, reputasi bisa kena lebih cepat dibanding era offline.
Tapi di balik tantangan itu, manfaatnya jauh lebih besar. Efisiensi biaya, pasar yang lebih luas, data yang lebih akurat—semua ini jadi alasan kenapa digitalisasi dianggap investasi jangka panjang. Ke depan, Kawasan New City juga berencana mengurangi penggunaan brosur cetak dan beralih penuh ke tools digital yang lebih ramah lingkungan.
“Bagi kami, digital bukan pilihan lagi, tapi kebutuhan,” tutup David.
Cerita Kawasan New City ini nunjukkin bagaimana pengembang lokal bisa beradaptasi dengan tren global. Dari brosur cetak ke video call, dari Excel ke ERP, mereka pelan-pelan membuktikan kalau inovasi adalah kunci untuk tetap relevan. Dan siapa tahu, perjalanan mereka bisa jadi inspirasi buat perusahaan properti lain yang masih ragu melangkah ke dunia digital.
About kodepostmalang
Tim Editorial Kodepost Malang suka banget ngobrolin teknologi, dari startup lokal sampai tren digital terbaru. Misi kami sederhana: bikin warga Malang melek teknologi dan nggak ketinggalan info seru di dunia digital
Comments (0)
Leave a Comment
No comments yet. Be the first to share your thoughts!